Keutamaan Ilmu
Dengan ILMU, Allah perlihatkan keunggulan Nabi Adam alaihi salam atas malaikat dan memerintahkan para Malaikat dan Iblis bersujud kepadanya (Al-Baqoroh 2 : 30-34). Sujud disini diartikan menghormati dan memuliakan Adam oleh para malaikat, bukan diartikan menyembah. Dan hanya Iblis yang menolak karena merasa derajatnya lebih tinggi.
Sesungguhnya mulianya ILMU karena kedudukannya menjadi WASILAH (sarana) menuju kebaikan dan taqwa. Sementara taqwa dan kebaikan menjadikan manusia memperoleh kemuliaan disisi Allah SWT. Sekali lagi, sarana ini (ILMU) tidak dianugerahkan Allah kepada Malaikat dan Iblis.
Ilmu pula yang membedakan manusia dengan semua ciptaan Allah lainnya. Ilmu khusus dimiliki oleh manusia, menjadikannya mempunyai PERADABAN. Semua perkara selain ILMU dapat dimiliki manusia dan hewan seperti tabiat hati : keberanian, kekuatan, belas-kasih, murah hati, marah, sedih dan sebagainya tetapi ILMU tetap milik manusia.
Ilmu Apa Yang Menjadi Prioritas Untuk Dipelajari Lebih Dahulu?
Manusia punya potensi untuk meraih ilmu, artinya ILMU itu harus diraih. Rasulullah SAW pun bersabda : “Menuntut ILMU hukumnya WAJIB bagi setiap muslim laki2 maupun perempuan.”( al-Hadits).
Tetapi, ketahuilah! Tidak diharuskan bagi setiap muslim menuntut segala macam ilmu (ada ilmu yang diharamkan, sihir misalnya). Untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai muslim adalah lebih dahulu menuntut ILMU HAL. Dinyatakan : “Ilmu paling utama adalah ILMU HAL.”
Mendahulukan mempelajari ILMU HAL (secara harfiyah “Ilmu Keadaan” atau “Ilmu Kondisi”) maksudnya, setiap muslim wajib memprioritaskan mempelajari ilmu yang diperlukan untuk menghadapi TUGAS-TUGAS/KONDISI yang akan dihadapi. (Tugasnya sebagai khalifah di bumi).
Dalam kemaslahatan (kepentingan) agamanya, setiap muslim wajib lebih mendahulukan mempelajari ILMU yang selalu diperlukan dalam melaksanakan kewajiban agamanya yaitu ILMU TAUHID (theologi Islam – Monotheisme dalam Islam) dan ILMU FIQIH. Sepanjang hidupnya pun relevan dan selalu aktual mempelajari dan atau mengajarkanya.
Dua macam ilmu ini tidak boleh diabaikan oleh setiap muslim dan muslimah. Karena ILMU TAUHID akan membimbingnya kepada kehidupan IMAN dan ROHANI-nya. Sedangkan ILMU FIQIH akan membimbing perbuatan jasmani (dalam melaksanakan kewajiban agama).
Ilmu Tauhid menjadikannya mengenal tuhannya, mempercayai (mengimani) Malaikat, Nabi-Rasul, Al-Qur’an dan kitab Allah lainnya, perkara ghaib, hari Qiyamat, Takdir Qodho dan Qodar sebagai dasar-dasar aqidah Islam.
Karena ia wajib melaksanakan shalat, maka wajib baginya memiliki ILMU FIQIH yang berkaitan dengan shalat, secukupnya guna menunaikan kewajiban shalat tersebut.
Kemudian wajib pula mempelajari ILMU-ILMU yang menjadi sarana dalam menunaikan kewajibannya, karena SARANA pada perbuatan WAJIB maka wajib juga hukumnya. Statemen ini sesuai dengan KAIDAH FIQIH dan bersifat universal. “Sesuatu hal yangmana kewajiban tidak dapat terlaksana kecuali dengannya maka hal itu wajib adanya.”
Ilmu sarana yang wajib ini juga berkenaan dengan ilmu untuk seluruh mu’amalah atau untuk penghidupannya seperti ilmu perdagangan dan skill lain agar terhindar dari hal (pekerjaan) yang haram. Sifatnya ada yang fardhu ‘ain (wajib untuk setiap orang) dan fardhu kifayah (seperti ilmu pengobatan/kedokteran, hukum).
Dan terakhir untuk kepentingan agamanya adalah kewajiban mempelajari ILMU TABIAT (Perilaku atau Dinamika) HATI. Misalnya tentang pemahaman tawakkal, inabah, ridho, kosy-yah, roja’, Ikhlas, dan sebagainya. Dan juga mengenali tabiat hati yang tidak terpuji seperti culas, khianat, marah, iri, tidak dapat dipercaya dan sebagainya.
Beberapa TABIAT HATI secara singkat dapat dijelaskan. Tawakkal berarti sikap hati yang pasrah total atau menyerahkan segala urusannya kepada kehendak Allah. Inabah berarti retreat (kembali) kepada Allah. Kosy-yah adalah sikap hati yang takut akan dahsyatnya azab Allah. Ridho adalah sikap rela dalam menerima takdir qodho dan takdir Qodar Allah SWT. Roja’ adalah menaruh pengharapan kepada Allah. Dan Ikhlas adalah hati yang menggerakkan untuk berbuat karena Allah ta’ala.
Wallaahu 'a’lam bi shawab
0 komentar:
Posting Komentar