Google Translate to

Indo

Minggu, 19 Desember 2010

Pencarian Metode Pendidikan Jiwa (Bagian 2)

Dalam pandangan Islam jiwa manusia adalah  OBYEK pengajaran. Pemahaman terhadap Konsep Jiwa Manusia menurut Islam sangat dibutuhkan sebelum bicara metode atau sistem pendidikan, sebab jiwa manusia memiliki bagian-bagian penting yang saling berkaitan dan masing-masing memiliki peranan sangat penting. Inti dari jiwa manusia adalah Qalb (kalbu), didalamnya mencakup Sadr (kesadaran), Fuad (sanubari/nurani) dan Lubb (akal pikiran yang selalu mengajak beriman). 

Hakim Tirmidhi seorang ulama abad ke 9 menulis kitab ‘Bayan al-Farq, Bayn al-Sadr wa  al-Qalb wa al-Fuad wa al-Lub.’ (Penjelasan Tentang Perbedaan antara Sadr (sadar), Qalb (kalbu/hati), Fuad (nurani) dan  Lubb (akal pikiran). Istilah sadr dalam bahasa Indonesia menjadi sadar-kesadaran ternyata berbeda artinya dengan istilah qalb yang berarti hati atau  kalbu. Fuad diIndonesiakan menjadi nurani berbeda lagi dengan lubb yang arti sebenarnya adalah akal pikiran yang beriman. Ulul Albab adalah orang yang berakal fikiran tauhidi.

Semua itu merujuk kepada sesuatu yang bersifat batiniyah. Jika dibedah dada orang tentu sadr, qalb, fuad dan lub itu tidak akan ditemukan secara fisik. Maka dalam buku ini Hakim Tirmidhi menjelaskan bahwa hati atau qalb itu adalah nama yang komprehensif yang kesemuanya bersifat batiniyah (tidak zahir) alias tidak empiris.

Kesadaran (consiousness) ada dalam hati (qalb) seperti kedudukan putih-mata didalam mata. Kesadaran adalah pintu masuk segala sesuatu ke dalam jiwa manusia. Perasaan waswas, lalai, kebencian, kejahatan, kelapangan dan kesempitan masuk melalui Kesadaran (sadr). Amarah, cita-cita, keinginan, birahi, itupun masuk ke dalam sadr dan bukan ke dalam qalb. Akan tetapi sadr juga tempat masuknya ilmu yang datang melalui panca-indera seperti mata dan pendengaran. Jika hilang kesadaran (i.e. pingsan) maka semua hal diatas tertutup pintu masuknya ke dalam jiwa atau hati. Maka dari itu pengajaran, hafalan, dan pendengaran berhubungan dengan sadr (akar kata ‘sadara’ (muncul)).

Jika sadr ada di dalam qalb maka qalb itu sendiri ada dalam genggaman nafs atau jiwa. Namun, qalb itu adalah raja dan jiwa itu adalah kerajaannya. “Jika rajanya baik” seperti sabda Nabi, “maka baiklah bala tentaranya dan jika rusak maka rusaklah bala tentaranya”.  Demikian pula baik-buruknya jasad itu tergantung pada hati (qalb). Hati (qalb) itu bagaikan lampu dan baiknya suatu lampu itu terlihat dari cahanya. Dan baiknya hati terlihat dari cahaya ketaqwaan dan keyakinan. 

Sebagai raja qalb adalah tempat bersemayamnya cahaya Iman, cahaya kekhusyu’an, ketaqwaan, kecintaan, keridhaan, keyakinan, ketakutan, harapan, kesabaran, kepuasan. Karena iman dalam Islam berasaskan pada ilmu, maka qalb juga merupakan sumber ilmu. Karena sadr itu tempat masuknya ilmu, sedangkan qalb itu tempat keimanan, maka di dalam qalb itu pun terdapat ilmu.

Jika qalb (hati) itu adalah mata dan sadr (kesadaran) itu adalah putih-matanya maka fuad itu adalah hitamnya pupil (bola) mata. Fuad ini adalah tempat bersemayamnya ma’rifah, ide, pemikiran, konsep, pandangan. Ketika seseorang berfikir maka fuadnya lebih dulu yang bekerja baru kemudian hatinya. Fuad itu ada ditengah-tengah hati dan Lubb adalah cahaya mata. 

Jika qalb adalah tempat bersamayamnya cahaya keimanan dan sadr tempa cahaya keislaman, dan fuad adalah tempat cahaya ma’rifah maka lubb berkaitan dengan cahaya ketauhidan.

Gambaran diatas nampaknya terlalu spiritual atau dalam bahasa filosof Kant terlalu transcendent. Tapi memang proses berfikir demikian adanya. Hanya saja yang ditekankan disini adalah bagaimana ilmu itu berproses sehingga ilmunya melahirkan iman bukan bagaimana ilmu didapat (intelektualistik). Jika pendidikan Islam memperhatikan potensi batiniyah manusia seperti yang digambarkan Hakim Tirmidhi maka akan lahir manusia-manusia tinggi ilmu dan iman sekaligus banyak amalnya. Yaitu manusia yang hati (qalb), kesadaran (sadr), nurani (fuad) dan fikirannya (lubb) berjalan seimbang. (sumber : Misykat – Kalbu, Harian Republika, 20 Oktober 2010 by Hamid Fahmi Zarkasyi).

Biografi singkat :                                                                                

Hakim Tirmidzi lahir sekitar tahun 820 di kota Tirmidh, terletak di perbatasan antara USSR dan Afghanistan, dekat kota Balkh. Dia keturunan dari keluarga ahli teologi Islam. Pada usia 30-an dia menunaikan ibadah haji. Sekembalinya dari Mekah ia mengabdikan diri di ranah sufi dan menjadi penulis yang sangat produktif di bidang ini. salah satu kitabnya berjudul : Bayan al-farq, bayn al-Sadr wal-Qalb wal-Fuad wal-Lubb.

Hakim Tirmidzi menyebut Lubb atau cahaya hati yang rumahnya didalam hati ini dengan sebutan cahaya ma'rifah. Melalui cahaya dalam hatinya ini orang tahu 'secara alami' bahwa Allah ada. Tapi dia tahu Allah itu ada tidak secara otomatis. Di satu sisi, kesadaran tentang Allah ada di alam bawah sadar dan perlu diaktifkan melalui usaha sendiri. Di sisi lain, usahanya saja bukan faktor penentu dalam memperoleh pengetahuan tentang Allah. Potensi pengetahuan ini ditetapkan  dengan rahmat ilahi, dengan demikian potensi pengetahuan tentang Allah bervariasi dari orang ke orang. Karena hati itu juga diibaratkan seperti cermin kaca, jika terlalu banyak noda (dosa) yang menempel akan menghalangi cahaya hati (Lubb atau Ma;rifah) untuk mengenali keberadaan Allah.

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More